Oleh: Eri Orpa
(Mahasiswa Program Doktor Manajemen Pendidikan UNJ & Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Cikarang Timur).
email: bils_cikarang@yahoo.co.id
Latar Belakang
Pendidikan adalah kebutuhan utama yang harus dipenuhi oleh semua orang dalam suatu negara. Pendidikan merupakan bagian dari cita-cita suatu negara untuk mencapai kemajuan dalam dunia yang terus berubah Proses pendidikan harus terencana dengan baik dan pembiayaan merupakan hal yang tak terelakkan. Hal ini karena persiapan dan penyediaan berbagai fasilitas pendidikan memerlukan dana yang besar. Kebutuhan akan sarana pendidikan dan operasionalnya harus dipenuhi dengan dana yang mencukupi.
Pendidikan merupakan bagian integral dari berbagai kepentingan dan keinginan masyarakat, yang erat kaitannya dengan sejarah dan cita-cita suatu bangsa dalam menghadapi perubahan besar di dunia untuk mencapai kemajuan. Inilah tantangan yang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini. Lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia berlomba-lomba menaikkan biaya pendidikan dengan alasan bahwa biaya tersebut semakin tinggi. Namun, peningkatan biaya ini tidak diimbangi dengan pelayanan pendidikan yang maksimal, sehingga kualitas pendidikan tetap tidak mengalami peningkatan. Dampak globalisasi juga mempengaruhi pendidikan di Indonesia, mengarahkannya lebih kepada orientasi pasar.
Komersialisasi pendidikan dipandang sebagai misi lembaga pendidikan modern yang lebih melayani kepentingan pemilik modal daripada berfungsi sebagai alat pembebasan bagi kaum tertindas. Akibatnya, pendidikan yang humanis tidak tercapai karena komersialisasi ini hanya dapat diakses oleh pihak-pihak tertentu yang memiliki modal, menurut Satriyo Brojonegoro (Darmaningtyas, 2005: 31). Namun, lembaga pendidikan sebenarnya tidak dapat disebut komersial karena mereka tidak memperdagangkan pendidikan, melainkan memungut biaya sekolah yang sangat tinggi.
Biaya pendidikan yang mahal telah menjadi tren dalam dunia pendidikan saat ini, di mana pendidikan dianalogikan sebagai pasar atau supermarket yang menyediakan berbagai kebutuhan pelanggan, sementara pendidik (guru atau dosen) berperan sebagai kasir yang melayani peserta didik. Biaya pendidikan yang tinggi memiliki dampak besar terhadap kualitas lembaga pendidikan di Indonesia, terutama di era globalisasi di mana segala sesuatu sering dinilai berdasarkan materi. Akibatnya, sekolah negeri favorit saat ini hampir tidak berbeda jauh dari sekolah swasta dalam hal biaya pendidikan. Lembaga pendidikan saling bersaing dalam hal mutu dan fasilitas untuk menarik lebih banyak peminat, sehingga biaya pendidikan pun semakin mahal.
Praktik lembaga pendidikan formal, yang seharusnya berperan dalam transformasi dan konservasi nilai-nilai budaya, kini terpengaruh oleh kepentingan kaum pemodal. Perkembangan pendidikan di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari pengaruh globalisasi, terutama terkait dengan mahalnya biaya pendidikan saat ini. Era pasar bebas juga menjadi tantangan baru bagi pendidikan di Indonesia, dengan adanya peluang masuknya lembaga pendidikan dan tenaga pendidik dari luar negeri. Kapitalisme berdampak pada pendidikan dalam tiga aspek: 1) Hubungan antara kapitalisme dan pendidikan urban menyebabkan praktik-praktik sekolah yang mendukung kontrol ekonomi oleh kelas elit. 2) Hubungan antara kapitalisme dan ilmu pengetahuan mendorong perkembangan ilmu yang lebih berorientasi pada keuntungan material daripada meningkatkan kehidupan global. 3) Hubungan antara kapitalisme dan pendidikan serta ilmu pengetahuan telah menciptakan dasar bagi ilmu pendidikan yang menekankan nilai-nilai korporasi, mengorbankan nilai-nilai keadilan sosial dan martabat kemanusiaan.
Pada era disrupsi saat, terutama ketika moralitas kapitalisme merasuki sistem pendidikan. Orientasi pendidikan bergeser ke arah kenikmatan ekonomi material, yang mendorong penyelenggaraan pendidikan menjadi semakin komersial. Ini terlihat dari kecenderungan pendidikan sebagai komoditas yang diperjualbelikan. Di lapangan, kita dapat melihat bahwa lembaga pendidikan tinggi dengan status PTN-BH harus menerima masuknya korporasi, seperti pendirian bangunan yang tidak seharusnya ada, contohnya restoran cepat saji. Pihak swasta juga mempengaruhi keputusan kampus, memengaruhi kebijakan agar sesuai dengan motif ekonomi mereka. Peningkatan biaya kuliah di PTN BH membuatnya tidak lagi ramah bagi masyarakat ekonomi bawah, seolah lebih berpihak kepada golongan ekonomi menengah atas. Pengelolaan keuangan secara mandiri juga dapat dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab untuk kepentingan pribadi. Akibatnya, banyak yang berlomba-lomba menjadi petinggi di PTN BH bukan lagi untuk mengabdi mencerdaskan anak bangsa.
Fakta-fakta ini dapat dikategorikan sebagai bentuk-bentuk komersialisasi pendidikan, yang lambat laun dapat memicu tumbuhnya budaya kapitalisme dan ideologi neoliberalisme di lembaga pendidikan tinggi di Indonesia dengan modus "komersialisasi pendidikan". Kondisi ini akan berdampak langsung maupun tidak langsung terhadap tata kelola pendidikan tinggi di Indonesia.
UKT dan Komersialisasi Pendidikan
Uang Kuliah Tunggal (UKT) adalah sistem pembayaran biaya kuliah yang diterapkan di perguruan tinggi negeri di Indonesia, di mana mahasiswa membayar sejumlah biaya tetap setiap semester sesuai dengan kelompok pendapatan orang tua atau wali. Meskipun sistem ini bertujuan untuk membuat biaya pendidikan lebih terjangkau dan adil, terdapat beberapa kritik yang menyebutkan bahwa UKT berkontribusi pada komersialisasi pendidikan. Berikut beberapa poin yang menyebabkan Masyarakat mencurigai UKT sebagai bentuk komersialisasi pendidikan;
a) Peningkatan Biaya Pendidikan. UKT yang diterapkan pada perguruan tinggi negeri sering kali mengalami kenaikan, sehingga beban biaya pendidikan semakin tinggi bagi mahasiswa dan keluarganya. Kenaikan ini terkadang tidak sejalan dengan peningkatan kualitas pendidikan yang diberikan;
b) Ketimpangan Akses Pendidikan. Meskipun UKT dirancang untuk menyesuaikan dengan kemampuan finansial keluarga, ada keluhan bahwa kelompok-kelompok tertentu masih kesulitan membayar biaya kuliah. Ini dapat menyebabkan ketimpangan akses pendidikan, di mana hanya mereka yang memiliki kemampuan finansial yang baik yang dapat menempuh pendidikan tinggi.
c) Orientasi Ekonomi. Penerapan UKT dan peningkatan biaya kuliah sering kali membuat perguruan tinggi lebih berorientasi pada pendapatan finansial daripada tujuan pendidikan. Ini mencerminkan adanya pengaruh kapitalisme di sektor pendidikan, di mana lembaga pendidikan berusaha untuk memaksimalkan pendapatan mereka;
d) Pengaruh Pihak Swasta. Di beberapa perguruan tinggi negeri yang menerapkan status PTN-BH (Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum), ada kecenderungan untuk bekerja sama dengan pihak swasta. Kerja sama ini bisa memengaruhi kebijakan kampus dan menyebabkan lembaga pendidikan lebih mengutamakan kepentingan ekonomi dibandingkan dengan misi pendidikan: (1) Dampak pada Mahasiswa. Mahasiswa sering kali merasa terbebani dengan tingginya biaya UKT. Ini bisa mempengaruhi fokus mereka pada studi, karena mereka harus mencari cara untuk membayar biaya kuliah, seperti bekerja paruh waktu, yang bisa mengurangi waktu dan energi untuk belajar; (2) Kompetisi dan Kualitas Pendidikan. Perguruan tinggi saling bersaing untuk menarik lebih banyak mahasiswa dan pendapatan. Hal ini bisa mendorong mereka untuk lebih fokus pada peningkatan fasilitas fisik yang terlihat, seperti gedung dan teknologi, daripada peningkatan kualitas pendidikan secara keseluruhan.
Secara keseluruhan, UKT sebagai sistem pembayaran pendidikan di Indonesia, meskipun bertujuan untuk keadilan finansial, juga menunjukkan aspek-aspek komersialisasi pendidikan. Ini mencerminkan bagaimana perguruan tinggi harus menyeimbangkan antara misi pendidikan dan kebutuhan finansial mereka dalam konteks globalisasi dan kapitalisme.
Solusi Biaya Pendidikan di Indonesia
Mengatasi tingginya biaya pendidikan di Indonesia memerlukan pendekatan yang komprehensif dan berkelanjutan, melibatkan berbagai pemangku kepentingan dari pemerintah, institusi pendidikan, masyarakat, dan sektor swasta. Berikut adalah beberapa solusi yang dapat diimplementasikan untuk mengurangi beban biaya Pendidikan UKT yang sedang hangat diperbincangkan karena kenaikannya yang terlalu kasar dan membebani masyarakat:
Peningkatan Dana Subsidi Pendidikan. Pemerintah dapat meningkatkan anggaran untuk subsidi pendidikan, terutama untuk pendidikan tinggi, guna meringankan beban biaya bagi mahasiswa yang kurang mampu. Ini bisa dilakukan melalui peningkatan alokasi APBN untuk pendidikan.
Beasiswa dan Bantuan Keuangan Meningkatkan jumlah dan jenis beasiswa serta bantuan keuangan bagi mahasiswa berprestasi maupun yang kurang mampu. Beasiswa bisa berasal dari pemerintah, institusi pendidikan, perusahaan swasta, dan organisasi non-profit.
Transparansi dan Efisiensi Pengelolaan Dana Pendidikan, Institusi pendidikan perlu mengelola dana pendidikan dengan lebih transparan dan efisien. Pengawasan ketat dan akuntabilitas dalam penggunaan dana dapat memastikan bahwa biaya yang dikenakan kepada mahasiswa benar-benar digunakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
Model Pembiayaan Alternatif. Mengembangkan model pembiayaan alternatif seperti dana abadi pendidikan, di mana dana tersebut diinvestasikan dan hasil investasinya digunakan untuk mendukung biaya operasional pendidikan. Contoh lain adalah income-share agreements (ISA), di mana mahasiswa membayar kembali biaya pendidikan mereka berdasarkan persentase dari penghasilan setelah lulus.
Kemitraan dengan Sektor Swasta. Membangun kemitraan yang strategis dengan sektor swasta untuk mendapatkan dukungan finansial dan sumber daya lainnya. Perusahaan dapat berinvestasi dalam pendidikan melalui program CSR, beasiswa, dan kerjasama penelitian.
Pengembangan Pendidikan Jarak Jauh dan Online.
Mengembangkan program pendidikan jarak jauh dan online yang berkualitas untuk menekan biaya operasional dan memberikan akses pendidikan yang lebih luas kepada masyarakat di daerah terpencil.
Pengendalian Komersialisasi Pendidikan.Membuat regulasi yang ketat untuk mengendalikan komersialisasi pendidikan. Pemerintah perlu memastikan bahwa kebijakan pendidikan tidak semata-mata berorientasi pada keuntungan finansial, tetapi juga pada peningkatan kualitas dan aksesibilitas pendidikan.
Optimalisasi Infrastruktur dan Sumber Daya. Mengoptimalkan penggunaan infrastruktur dan sumber daya yang ada. Misalnya, pemanfaatan gedung sekolah dan universitas untuk kegiatan produktif di luar jam belajar bisa membantu menambah pemasukan tanpa membebani mahasiswa.
Kebijakan Pemberdayaan Ekonomi Orang Tua
Pemerintah juga dapat memberdayakan ekonomi keluarga melalui program-program pemberdayaan ekonomi, sehingga orang tua memiliki kemampuan finansial yang lebih baik untuk mendukung pendidikan anak-anak mereka.
Implementasi solusi-solusi ini memerlukan kerjasama antara pemerintah, institusi pendidikan, sektor swasta, dan masyarakat. Dengan langkah-langkah ini, diharapkan biaya pendidikan di Indonesia (UKT) dapat lebih terjangkau, dan akses pendidikan tinggi di Indonesia menjadi lebih merata dan inklusif bagi semua lapisan masyarakat.